Sudah seminggu semenjak kejadian berdarah dirumah ku berlalu,
selama itu pula kasus ini benar-benar belum terpecahkan. Karena terlalu memakan
waktu, akhirnya keluargaku memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus ini. Ayahku
beragapan bahwa kasus ini hanyalah tindakan kriminal biasa dan yang paling
penting keluarganya tak ada yang menjadi korban.
Sekembalinya ke rumah kami, sekarang ayah lebih protektif agar
kejadian seperti ‘itu’ tak terulang lagi dengan cara memasang beberapa kamera
pengawas di sudut ruangan. Well, mungkin itu lebih karena kakakku. Liburan
musim panas ini kakakku akan datang dan disaat orangtuaku tak ada dirumah,
biasanya dia membawa teman prianya ke rumah. Seperti tadi pagi.Nope.
Kemarin kakakku pulang dari
MidleStone tempat dia kuliah, langsung menyerangku dengan ratusan pertanyaan
tentang kejadian berdarah ‘itu’ . Sedikit annoying sih, sampai aku cerita tentang kalung Bruno yang ku temukan di
kolong tempat tidur kakakku. “Apakah kamu mau jadi seorang detektif ? baiklah,
dengan caramu tidak meceritakan kalung itu ke polisi mungkin adikku tersayang
ini bisa menemukan pelakunya atau mungkin … Pelakunya…akan kembali dan mencari
kau?. Hahaha aku hanya bercanda, kalo memang itu keputusanmu good luck, semoga
adik tersayangku ini bisa menangkap pelakunya.” Entahlah, setelah dipikir-pikir
mungkin ucapan kakakku kemarin malam memang benar. Aku sangat ingin menemukan
pelaku ‘itu’ sendirian, terlihat egois sih tapi sudah kupikirkan dan aku siap
menerima resikonya.
Tadi pagi tak sengaja aku melihat dari jendela kamar, Mrs. Margareth
pergi ke halaman belakang rumahnya membawa sebuah ember kemudian berjalan menebarkan sesuatu dari ember itu di
sekeliling rumahnya. Mulutnya pun tak henti-hentinya bergerak seperti sedang membaca
doa atau mantra. Di suatu saat dia berhenti berjalan, menatap tajam kearah belakang
rumah ku, yang ku lihat Mrs. Margareth seolah sedang berbicara sesorang dan
mencoba mengusirnya dengan melepar sesuatu yang ada digenggamanya. Dari
ekspresinya, ku lihat Mrs. Margareth dalam ketakutan yang sangat dalam, sambil
terus melepar dia juga terus membaca doa. Kejadian itu membuatku penasaran
siapa orang yang ada di belakang rumahku itu. Segera aku keluar kamar sambil
membawa tongkat baseball untuk berjaga-jaga. Sambil terus menuju ke belakang
rumah, aku mengecek keluargaku satu-per-satu. Ayah sedang mandi di kamar mandi
dalam kamarnya, ibu sedang sibuk menyiapkan sarapan, dan kakakku sibuk dengan
mimpinya ku lihat dari posisi tidurnya yang berantakan. Lalu, siapa yang diajak
bicara Mrs. Margareth? Apakah dia pelaku pembunuh Bruno?. Hal itu membuat
adrenalin ku terpacu, jantungku berdetak semakin cepat dan ketika aku buka
pintu belakang rumah, aneh.
Tak ada apapun dan tak ada siapapun, bahkan Mrs. Margareth pun
sudah tak ada di tempat dia sibuk melempar sesuatu tadi. Aku lihat kearah sisi
kiri dan kanan rumah ku, tak ada apapun, sepi. Hingga akhirnya aku menemukan
bekas telapak tangan tercetak di atas tanah tempat jasad Bruno ditemukan.
Seketika itu bulukuduku berdiri, ukuran jejak tangan itu sama dengan bekas
jejak tangan berdarah yang aku temukan di kamar mandi saat kejadian berdarah
‘itu’. Apakah pembunuh Bruno itu kembali
lagi?. Kali ini tak akan ku lepaskan dia. Segera kau mengambil foto jejak
telapak tangan itu dengan poselku. Semoga dengan bukti tambahan ini aku bisa
memecahkan kasus ini.
- Wednesday, July 08, 2015
- 0 Comments