[Story] Looking At You (-Hands of Truth-)


Saturday, July 4th 2015, 1.23 P.M
Sudah seminggu semenjak kejadian berdarah dirumah ku berlalu, selama itu pula kasus ini benar-benar belum terpecahkan. Karena terlalu memakan waktu, akhirnya keluargaku memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus ini. Ayahku beragapan bahwa kasus ini hanyalah tindakan kriminal biasa dan yang paling penting keluarganya tak ada yang menjadi korban.
Sekembalinya ke rumah kami, sekarang ayah lebih protektif agar kejadian seperti ‘itu’ tak terulang lagi dengan cara memasang beberapa kamera pengawas di sudut ruangan. Well, mungkin itu lebih karena kakakku. Liburan musim panas ini kakakku akan datang dan disaat orangtuaku tak ada dirumah, biasanya dia membawa teman prianya ke rumah. Seperti tadi pagi.Nope.
 Kemarin kakakku pulang dari MidleStone tempat dia kuliah, langsung menyerangku dengan ratusan pertanyaan tentang kejadian berdarah ‘itu’ . Sedikit annoying sih, sampai aku  cerita tentang kalung Bruno yang ku temukan di kolong tempat tidur kakakku. “Apakah kamu mau jadi seorang detektif ? baiklah, dengan caramu tidak meceritakan kalung itu ke polisi mungkin adikku tersayang ini bisa menemukan pelakunya atau mungkin … Pelakunya…akan kembali dan mencari kau?. Hahaha aku hanya bercanda, kalo memang itu keputusanmu good luck, semoga adik tersayangku ini bisa menangkap pelakunya.” Entahlah, setelah dipikir-pikir mungkin ucapan kakakku kemarin malam memang benar. Aku sangat ingin menemukan pelaku ‘itu’ sendirian, terlihat egois sih tapi sudah kupikirkan dan aku siap menerima resikonya.
Tadi pagi tak sengaja aku melihat dari jendela kamar, Mrs. Margareth pergi ke halaman belakang rumahnya membawa sebuah ember kemudian berjalan  menebarkan sesuatu dari ember itu di sekeliling rumahnya. Mulutnya pun tak henti-hentinya bergerak seperti sedang membaca doa atau mantra. Di suatu saat dia berhenti berjalan, menatap tajam kearah belakang rumah ku, yang ku lihat Mrs. Margareth seolah sedang berbicara sesorang dan mencoba mengusirnya dengan melepar sesuatu yang ada digenggamanya. Dari ekspresinya, ku lihat Mrs. Margareth dalam ketakutan yang sangat dalam, sambil terus melepar dia juga terus membaca doa. Kejadian itu membuatku penasaran siapa orang yang ada di belakang rumahku itu. Segera aku keluar kamar sambil membawa tongkat baseball untuk berjaga-jaga. Sambil terus menuju ke belakang rumah, aku mengecek keluargaku satu-per-satu. Ayah sedang mandi di kamar mandi dalam kamarnya, ibu sedang sibuk menyiapkan sarapan, dan kakakku sibuk dengan mimpinya ku lihat dari posisi tidurnya yang berantakan. Lalu, siapa yang diajak bicara Mrs. Margareth? Apakah dia pelaku pembunuh Bruno?. Hal itu membuat adrenalin ku terpacu, jantungku berdetak semakin cepat dan ketika aku buka pintu belakang rumah, aneh.
Tak ada apapun dan tak ada siapapun, bahkan Mrs. Margareth pun sudah tak ada di tempat dia sibuk melempar sesuatu tadi. Aku lihat kearah sisi kiri dan kanan rumah ku, tak ada apapun, sepi. Hingga akhirnya aku menemukan bekas telapak tangan tercetak di atas tanah tempat jasad Bruno ditemukan. Seketika itu bulukuduku berdiri, ukuran jejak tangan itu sama dengan bekas jejak tangan berdarah yang aku temukan di kamar mandi saat kejadian berdarah ‘itu’.  Apakah pembunuh Bruno itu kembali lagi?. Kali ini tak akan ku lepaskan dia. Segera kau mengambil foto jejak telapak tangan itu dengan poselku. Semoga dengan bukti tambahan ini aku bisa memecahkan kasus ini.

“Berdasarkan pemeriksaan dari kepolisian, mereka tidak bisa menganalisa jejak telapak tangan berdarah yang ditemukan di kamar mandi, selain itu tak ditemukan sidik jari pelaku di tempat kejadian. Dipastikan bahwa pelaku menggunakan sarung tangan agar tidak meninggalkan sidik jarinya.”

My Twitter

My Top: Week